Peran Mangrove Dalam Teknik Sipil
Oleh : Sylviana Ayu Widiarti
Indonesia adalah negara dengan banyak aliran sungai yang membawa sedimen hingga ke hilir. Sedimen-sedimen ini kemudian berkumpul di pantai atau daerah sekitar sungai dan membentuk tanah aluvial. Tanah jenis ini banyak ditemukan di daerah hilir pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Papua, Sumatera, Sulawesi, dan Jawa.
Menurut Soerianegara (1987), hutan mangrove didefinisikan sebagai hutan yang tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora, dan Nypa.
Untuk mengurangi dampak lingkungan, seperti penggunaan energi dan sampah material, para insinyur teknik sipil dapat mengupayakannya dengan menggunakan material yang berkonsep cradle to cradle, di mana material tersebut dapat diterima oleh siklus alam tanpa perlu dilakukan proses lain. Dalam konteks ini, mangrove memiliki peran di bidang teknik sipil, yaitu sebagai berikut:
1. Pemecah Gelombang
Batang dan semua jenis akar mangrove yang timbul dan kokoh dapat memecah gelombang air laut, sehingga tinggi dan energi gelombang yang mencapai daratan atau area tertentu berkurang drastis. Dalam hal ini, insinyur teknik sipil dapat mengatur jumlah dan tata letak mangrove agar dapat melindungi daratan atau area tertentu dengan efisien.
2. Konservasi Air
Akar mangrove dapat menahan lumpur di sekitar perairan, sehingga dapat meningkatkan kualitas air. Selain itu, akar mangrove juga memiliki kemampuan untuk menyaring air tawar dari laut, sehingga dapat dikatakan bahwa mangrove dapat mencegah intrusi air laut. Hal ini telah diteliti oleh Ren et al. (2019), yang menghasilkan pernyataan bahwa akar mangrove memiliki kemampuan untuk mengurangi kadar garam air laut hingga 90%. Proses pengurangan kadar garam tersebut disebut dengan osmosis. Kemampuan ini sangat bermanfaat bagi penduduk sekitar karena mereka tidak akan mengalami krisis air bersih yang layak untuk digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari.
3. Stabilisasi Pantai
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Lovelock et al. (2015), didapatkan pernyataan bahwa mangrove mampu mengurangi laju erosi hingga 90%, serta mengurangi risiko pencemaran air oleh sedimen dan polutan. Selain itu, mangrove juga dapat memperkuat struktur tanah di sekitar garis pantai dan menahan sedimen, sehingga wilayah pantai tidak terancam oleh abrasi.
Dari pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahaa mangrove tidak hanya bagian dari ekosistem pesisir tetapi juga berkontribusi pada kelestarian lingkungan dalam teknik sipil. Sebagai pemecah gelombang alami, konservator air, dan penstabil pantai, mangrove dapat diterapkan dalam perencanaan infrastruktur pesisir dengan pendekatan cradle to cradle, mengurangi jejak negatif penggunaan material konstruksi dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Daftar Pustaka :
Herison, A. and Romdania, Y. (n.d) Mangrove for Civil Engineering (Mangrove Ecosystem for Development). Repository LPPM Unila. Available at: http://repository.lppm.unila.ac.id/19413/1/BUKU%20MANGROVE(revisi2)%20new.pdf (Accessed: 31 July 2024).
Universitas Medan Area (n.d.) Jenis Tanah. Available at: https://pertanian.uma.ac.id/jenis-tanah/ (Accessed: 03 August 2024).
Editorweb (2023) Mangrove: Peran Vital sebagai Penyaring Air Tawar, Pengatur Siklus Air, dan Pelindung Kualitas Air di Wilayah Pesisir. Available at: https://mangrovejakarta.id/2023/08/09/mangrove-peran-vital-sebagai-penyaring-air-tawar-pengatur-siklus-air-dan-pelindung-kualitas-air-di-wilayah-pesisir/ (Accessed: 10 August 2024).