Oleh: M. Awwalul Fadloil (Pemenang Sayembara Menulis Artikel 2017)

“Tidak penting sih mau beli yang bajakan
atau yang asli. Yang penting itu nilai
yang terkandung dalam buku itu.”

“Aku sih pilih buku asli lah, kalo masih sanggup beli buku yang asli kenapa nggak?
Kalo tidak bisa beli buku yang asli, beli buku yang bekas aja aku sih tidak
masalah.”

“Ngapain harus kumpulin duit banyak-banyak
untuk membeli buku asli yang harganya mahal, mendingan beli buku bajakan. Ilmu berkembang, duit tetap hemat”

“Kalau aku beli buku asli, mau bekas atau baru,
sama aja.
Tapi lebih
pilih buku bekas sih, karena biasanya kan cover
lama itu lebih menarik.
Cuma
liat-liat juga sih, kadang suka kecewa karena kualitas buku bekasnya itu parah”

Begitulah saat saya melihat beberapa pernyataan
dari netizen, dengan pola dan alasan yang hampir sama. Dengan pertanyaan yang
sama, saya coba berpikir,
Menulis buku itu tidak mudah
menurut saya, walaupun saya juga belum pernah menulis satu buku saja yang setebal
buku-buku yang tersusun rapi di beberapa toko buku. Begitu juga ketika kita butuh
buku yang harus dibeli namun tertulis harga yang amat menyita dompet, yang akan
terlintas muncul di pikiran kita pertama kali adalah “membeli buku bajakan”,
entah berupa buku bajakan yang murah meriah, maupun buku dengan hasil fotocopy
sendiri.

Buku?
Siapa yang tidak mengenal nama itu. Sebagai masyarakat yang pernah menginjak
bangku sekolah, mendengar nama itu adalah hal yang tidak asing lagi. Buku
sebagai syarat penting bagi mahasiswa. Jika di umpamakan mahasiswa sebagai
bunganya dan buku sebagai tangkainya. Bunga takkan bisa bediri tanpa tangkai,
begitu pula mahasiswa yang sangat membutuhkan buku sebagai topangan untuk
menambah ilmu pengetahuan dan wawasannya.

Saat saya masih menginjak bangku sekolah, saya pikir
yang ada itu hanyalah Baju bajakan, jaket bajakan dan DVD-CD bajakan. Alhasil
setelah mulai memasuki gerbang perkuliahan, saya jadi benar-benar percaya bahwa
isu yang selama ini dikeluhkan penulis-penulis Indonesia di mana banyak terjadi
pembajakan terhadap karya-karya mereka, memang benar-benar nyata.

Penulis
buku tidak bisa sesantai pembaca. Dia harus mencari referensi kesana-kesini, mencari
di internet kesana-kesini supaya tulisan yang ia buat terlihat natural. Intinya
penulis harus berjuang keras! Nah, bagaimana perasaan seorang penulis ketika
tulisannya dibajak? Kira-kira hampir sama dengan para kontraktor yang akan
mengikuti tes untuk suatu proyek, namun salah satu kontraktor mencuri
kesempatan yang ada supaya kontraktor tersebut bisa dipilih oleh proyek
tersebut! Bisa berupa menyogokkan uang, mencuri hasil presentasi kontraktor
lainnya, bisa juga sewa joki dari kontraktor yang lain!

Membicarakan
sisi buruk terhadap sesuatu hal tentu akan menemukannya banyak sekali, termasuk
dalam buku bajakan. Membeli sesuatu benda yang tidak asli tentu sudah diragukan
dengan kualitas yang dihasilkan dari benda itu, begitu pula dengan buku.
Sesuatu yang tidak asli seperti buku bajakan memiliki beberapa kelemahan dalam
kualitasnya seperti halnya, tidak awetnya buku dengan kertas yang mudah lepas
dari sususannya, selain itu kertas yang digunakan pun juga dengan kualitas yang
kurang baik. Kertas yang memiliki kualitas buruk nampak tidak bersih. Selain
kertas yang digunakan buruk ada juga cetakan tulisan buku yang tidak nyaman
saat dibaca. Selain itu terkadang cetakan tulisannya tembus ke kertas
sebaliknya. Dijumpai juga cetakan buku yang miring-miring tidak rata
kanan-kirinya. Hal-hal tersebut membuat kita tidak nyaman untuk membaca dan
menikmati kata demi kata yang tertuang dalam buku tersebut.

Sesuatu
hal yang negatif juga mempunyai sudut pandang penilaian yang positif, seperti
halnya dalam buku bajakan. Buku bajakan juga mempunyai nilai positif. Bagi
mahasiswa yang ingin memiliki buku namun tidak mempunyai biaya untuk membeli
buku asli, buku bajakan dapat menolong karena memiliki sampul yang mirip sekali
dengan cetakan asli serta harganya yang miring karena sekarang ini jika
fotocopy dari buku asli jatuh harganya pun dapat lebih mahal dari buku bajakan.
Manfaat yang diperoleh bukan saja hanya dari wujud benda tersebut, tetapi juga
isi dari buku itu. Ketika kita membaca buku asli atau palsu tentu isi
didalamnya tetap sama yang tentunya dapat menunjang ilmu dan wawasan mahasiswa.
Jika sudah diserap sebagai ilmu pengetahuan tentu tidak nampak ilmu itu asli
atau palsu semua akan sama saja. Jika kita bertemu dengan orang yang pandai
karena memiliki ilmu pengetahuan yang luas dari membaca buku, kita juga tidak
akan menanyakan apakah buku yang kamu baca asli atau bajakan yang dapat membuat
kamu sepandai ini. Itu jika sudah berbicara tentang manafaat dari buku bajakan.

Tidak heran juga kalau kita bisa mengalami
frustrasi akibat tidak mempunyai uang banyak buat beli beberapa buku yang kita
butuhkan. Akibatnya, terkadang, saat dosen menunjukan salah satu buku
pedomannya (ambil contoh buku tersebut berbahasa inggris), buku tersebut
berlabelkan “MILIK NEGARA, TIDAK DIPERJUALBELIKAN”. Udah isinya berbahasa
Inggris, tidak ada buku alternatif yang selengkap itu, akhirnya tidak ada jalan
lain. Kami pun secara tidak sadar telah melakukan pelanggaran dengan
memperbanyak buku itu dengan jalan foto copy. Tapi, namanya juga terdesak, tidak
lucu kan kalau kita harus ke negara pembuatan buku itu dulu baru bisa beli
bukunya.

Selain itu, yang lebih mengejutkan adalah ketika saya
tahu dari teman-teman bahwa ada tempat fotocopy yang khusus menyediakan
berbagai kebutuhan mahasiswa teknik sipil, yang salah satunya terdiri dari
latihan ujian semester dan buku bajakan hasil fotocopy milik
dosen Teknik Sipil itu sendiri, entah apakah beliau-beliau tahu bahwa bukunya
difotocopykan dengan bebas atau tidak (saya mencoba untuk melihat dengan sudut
pandang objektif). Kita bisa memperoleh buku bajakan tersebut dengan kualitas
rendah hingga tinggi. Harganya pun memang sedikit lebih murah dan prosesnya pun
cepat. Walaupun dalam mata hukum tindakan tersebut salah, tapi banyak juga
faktor yang menyebabkan tempat fotocopy tersebut bisa berdiri (bisa dibilang
sukses dan selalu laris) sampai sekarang. Salah satunya adalah keterbatasan
uang kita untuk membeli buku asli, maupun pekerja fotocopy yang berniat mencari
nafkah untuk kehidupan sehari-harinya.

Karya
itu adalah seni. Seni adalah kreativitas. Kreativitas itu harganya mahal bahkan
bisa dibilang unlimited karena memang tak ternilai. Dan sebaiknya, hargailah setiap
hasil jerih payah orang lain agar kita pun bisa dihargai oleh orang lain. Kita
akan memetik apa yang kita tanam. Bila kita sadar atau tak sadar memakai hak
orang lain, maka kita akan menanggung akibatnya, saat ini atau nanti…pasti!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Kevin Ardyna Azhar
6 years ago

keren kak